Kebudayaan diperoleh melalui proses belajar. Bayi yang baru
lahir belum bisa secara langsung mewarisi kebudayaan. Bayi tersebut akan
memperoleh kebudayaan melalui pewarisan budaya. Meskipun demikian
pewarisan budaya tidak terjadi seperti halnya pewarisan benda pusaka.
Pewarisan budaya ditempuh melalui proses belajar seseorang dari
lingkungan sekitar. Kebudayaan merupakan proses adaptasi manusia
terhadap kehidupan. Selain itu, kebudayaan merupakan pola adaptasi
manusia terhadap lingkungan sehingga ketika lingkungan berubah, berubah
pula kebudayaannya. Dalam bab ini, Anda akan mempelajari dinamika dan
pewarisan budaya dalam rangka integrasi nasional. Namun, terlebih dahulu
akan diuraikan mengenai unusr-unsur budaya universal.
Unsur-Unsur Budaya Universal
Kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat tidak diwariskan secara
biologis, tetapi diperoleh melalui proses belajar. Kebudayaan tersebut
didapat, didukung, dan diteruskan oleh manusia sebagai anggota
masyarakat. Kebudayaan merupakan pernyataan dan perwujudan dari kehendak
perasaan dan pikiran manusia. Oleh karena itu, kebudayaan dapat
berkembang dari tingkat yang sederhana menuju yang lebih kompleks atau
modern sesuai dengan tingkat pengetahuan manusia pendukung kebudayaan
tersebut. Kebudayaan manusia yang kompleks tersebut dapat diperinci ke
dalam unsur-unsur yang lebih khusus. Kebudayaan setiap masyarakat, baik
kebudayaan yang sederhana maupun yang modern memiliki unsur-unsur
kebudayaan. Setiap unsur tersebut akan saling berkaitan dan membentuk
suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Para ahli antropologi memiliki pandangan yang berbeda dalammerumuskan
unsur-unsur suatu kebudayaan. Melville J. Herskovits merumuskan empat
unsur pokok kebudayaan, yaitu sebagai berikut.
1. alat-alat teknologi (technological equipment)
2. sistem ekonomi (economic system)
3. keluarga (family)
4. kekuasaan politik (political control)
Adapun menurut Bronislaw Malinowsky, suatu kebudayaan harus memiliki unsur-unsur pokok sebagai berikut.
1. Sistem norma yang memungkinkan masyarakat untuk saling bekerja
sama sehingga dapat menguasai dan menaklukkan alam sekitar (the normatic
system).
2. Organisasi ekonomi (economic organization).
3. Alat dan lembaga pendidikan, yaitu keluarga yang merupakan lembaga pendidikan utama (mechanism and agencies of education).
4. Organisasi kekuasaan (the organization of force).
Lebih lanjut Koentjaraningrat, mengutip Kluckhon merumuskan
unsur-unsur pokok kebudayaan berdasarkan pendapat para ahli antropologi
menjadi tujuh unsur, yaitu:
1. bahasa,
2. sistem pengetahuan,
3. organisasi sosial,
4. sistem peralatan hidup dan teknologi,
5. sistem mata pencarian,
6. sistem religi,
7. kesenian.
Rumusan unsur-unsur kebudayaan tersebut disebut unsur-unsur
kebudayaan universal atau cultural universal. Unsur-unsur tersebut
dianggap universal karena terdapat dalam semua kebudayaan dari semua
bangsa yang ada di dunia ini. Tujuh unsur kebudayaan itu dapat dijumpai
dalam semua wujud kebudayaan, mulai yang kecil, sederhana, sampai pada
ke kebudayaan yang besar dan berkembang. Selain itu, unsur-unsur
tersebut dapat dijumpai dari waktu ke waktu dengan fungsi dan substansi
yang sama, tetapi terdapat perbedaan dalam bentuk, kualitas, dan
kuantitasnya.
Ketujuh unsur kebudayaan tersebut dapat dijabarkan ke dalam tiga
wujud kebudayaan. Adapun ketiga wujud kebudayaan itu menurut
Koentjaraningrat adalah, pertama berupa sistem budaya (cultural system).
Pada tahap ini wujud kebudayaan bersifat abstrak karena berkaitan
dengan ide-ide (gagasan), nilai-nilai, dan normanorma yang mengikat pada
masyarakat pendukungnya. Wujud kedua adalah sistem sosial, yaitu
keseluruhan aktivitas dan tindakan manusia yang berpola dalam masyarakat
pendukungnya. Aktivitas sosial dapat diperinci dalam tahap-tahap. Tahap
pertamanya diperinci dalam berbagai kompleks sosial, kemudian tiap
kompleks sosial diperinci lagi ke dalam pola-pola sosial. Tiap pola
sosial dapat diperinci lagi dalam tindakan-tindakan. Adapun wujud ketiga
adalah kebudayaan fisik. Pada tingkat ini wujud kebudayaan bersifat
konkret karena berkaitan dengan aktivitas manusia yang berupa
benda-benda konkret yang tidak hanya dapat dilihat, tetapi juga dapat
diraba dan dirasakan.
Hubungan antara unsur-unsur kebudayaan dan wujud kebudayaan tersebut dapat divisualisasikan dalam diagram berikut.
Diagram Unsur dan Wujud Kebudayaan
Diagram Unsur dan Wujud Kebudayaan
Diagram tersebut menunjukkan hubungan antara tujuh unsur kebudayaan dan tiga wujud kebudayaan.
Keterangan:
1. Bahasa
2. Sistem pengetahuan
3. Organisasi sosial
4. Sistem peralatan hidup dan teknologi
5. Sistem mata pencarian
6. Sistem religi
7. Kesenian
Wujud kebudayaan digambarkan dengan lingkaran konsentris. Lingkaran
paling dalam adalah sistem budaya. Lingkaran tengah adalah sistem sosial
dan lingkaran luar adalah kebudayaan fisik. Adapun isi kebudayaan yang
terdiri atas tujuh unsur itu membagi ketiga wujud kebudayaan dalam tujuh
sektor.
Misalnya, sistem religi atau agama sebagai suatu unsur kebudaya an.
Religi agama dalam wujud kebudayaan yang pertama berupa ajaran,
filsafat, aturan, dan keyakinan mengenai Tuhan, Dewa, atau keyakinan
mengenai alam lain sesudah manusia mati. Agama dalam wujud sistem sosial
dapat berupa pelaksanaan upacara dan ritual, kegiatan-kegiatan sosial
yang dilandasi nilai-nilai atau aturanaturan keagamaan dan
organisasi-organisasi keagamaan. Adapun religi atau agama dalam wujud
kebudayaan fisik berupa bangunan candi, patung dewa-dewa, peralatan
upacara, dan peralatan ibadah lainnya.
———————————————————————————-
Sekitar Antropologi
Dalam bukunya The Study of Man (1963), R. Linton membagi cultural
universal dalam empat tahap, yaitu cultural activities, complexes,
traits, dan items. Dalam buku tersebut, Linton memberikan contoh
mengenai perincian unsur kebudayaan besar ke dalam unsur-unsur yang
lebih kecil, tetapi hanya wujud sistem sosial dan wujud fisik dari
kebudayaan. Ia tidak memberi contoh perincian unsurunsur kebudayaan
menurut wujud sistem budayanya.
———————————————————————————-
Dengan demikian, proses setiap unsur dari ketujuh unsur kebuda yaan
itu dimulai dari ide, gagasan, nilai, dan norma. Kemudian, sistem budaya
akan mendorong manusia pendukungnya ke arah perilaku dalam bentuk
aktivitas dan interaksi dengan sesama manusia (sistem sosial). Dari
interaksi dan perilaku manusia tersebut kemudian akan menghasilkan
peralatan dan benda-benda (kebudayaan fisik).
Uraian mengenai tujuh unsur kebudayaan yang bersifat universal dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Bahasa
Candi Borobudur
Bahasa menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia adalah suatu sistem
tanda bunyi yang secara sukarela dipergunakan oleh anggota kelompok
sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri.
Adapun menurut ilmu antropologi, bahasa merupakan sistem perlambangan
manusia, baik lisan maupun yang tertulis untuk berkomunikasi satu sama
lain. Dalam etnografi, bahasa merupakan ciri-ciri terpenting yang
diucapkan oleh setiap suku bangsa disertai variasi-variasi dari bahasa
yang bersangkutan.
Bahasa yang berkembang di dunia terdapat bermacam-macam, walaupun
terdapat kemiripan dan persamaan kata dalam tiap jenis bahasa tersebut.
Di dunia ini terdapat lebih dari 1000 bahasa yang berkembang dan
digunakan oleh umat manusia. Sejumlah manusia yang memiliki ciri-ciri
ras yang sama, belum tentu memiliki bahasa yang sama. Contohnya di Asia
Tenggara, ada orang Thai, orang Khmer, dan orang Sunda. Ketiga golongan
tersebut berasal dari ras Paleo-Mongoloid, tetapi bahasa induk mereka
merupakan bahasa yang berlainan. Sebaliknya, ada juga sejumlah manusia
yang memiliki ciri-ciri ras yang berbeda, tetapi mempergunakan satu
bahasa induk yang berasal dari satu keluarga bahasa yang sama.
Contohnya, orang-orang Huwa di Pegunungan Madagaskar, orang Jawa, dan
orang Irian. Ketiga golongan tersebut berasal dari ras yang berbeda,
orang Huwa dari ras Negroid, orang Jawa dari ras Mongoloid-Melayu, dan
orang Irian dari ras Melanesoid. Ketiga golongan manusia tersebut
menggunakan bahasa-bahasa yang termasuk dalam satu induk, yaitu bahasa
Austronesia.
Bahasa-bahasa yang ada di dunia dapat digolongkan kedalam beberapa
induk bahasa. Ciri-ciri menonjol dari satu suku bangsa dapat
diklasifikasikan berdasarkan beberapa rumpun, subrumpun, keluarga, dan
subkeluarga. Hal ini dapat dilihat dari fonetik, fonologi, sintaksis,
dan semantik yang diambil dari bahan ucapan (kosakata) yang dipergunakan
sehari-hari masyarakat pendukung ras/suku bangsa tersebut. Misalnya di
Irian, bahasa-bahasa yang digunakan oleh suku bangsa yang ada di Irian
ada yang termasuk dalam keluarga Malenesia. Bahasa keluarga Melanesia
merupakan satu bagian dari rumpun bahasa yang lebih besar, yaitu bahasa
Austronesia.
Penggunaan bahasa dalam suatu suku bangsa yang tinggal dalam satu
wilayah geografis akan saling memengaruhi. Di daerah perbatasan dua suku
bangsa akan terjalin hubungan yang sangat intensif sehingga akan
terjadi saling memenga ruhi antara unsur-unsur bahasa dari kedua belah
pihak. Sebagai contoh, di Jawa terdapat dua suku yang tinggal, yaitu
Suku Sunda dan Suku Jawa. Bahasa yang digunakan oleh kedua suku tersebut
memiliki kosakata yang sama, tetapi terdapat perbedaan dalam pelafalan
dan bahkan dalam arti. Di daerah perbatasan antara dua suku akan terjadi
pencampuran bahasa. Sementara itu, dalam suku bangsa yang besar
didukung oleh berjuta-juta penduduk akan menunjukkan suatu bentuk yang
berbeda. Bentuk tersebut ditentukan oleh perbedaan geografis daerah dan
lapisan sosial dalam masyarakat suku bangsa tersebut.
Perbedaan-perbedaan bahasa khusus tersebut oleh para ahli bahasa disebut
perbedaan logat atau dialek. Contohnya dalam bahasa Jawa, terdapat
perbedaan bahasa yang ditentukan oleh lapisan-lapisan sosial dalam
masyarakat Jawa. Bahasa Jawa yang dipakai oleh kalangan bangsawan
keraton, lapisan priyayi, dan masyarakat biasa sangat berbeda.
Priyayi Jawa
Priyayi
Bahasa Jawa yang digunakan kalangan bangsawan akan berbeda dengan lapisan priyayi dan masyarakat biasa.
——————————————
2. Sistem Peralatan (Teknologi)
Teknologi yang diuraikan hanya teknologi tradisional. Teknologi
tradisional adalah teknologi dari peralatan hidup yang tidak dipengaruhi
oleh teknologi dari kebudayaan Eropa-Amerika.
Menurut Harsojo, sistem teknologi yang dimaksud adalah jumlah
keseluruhan teknik yang dimiliki oleh anggota masyarakat yang meliputi
cara bertindak dan berbuat dalam hubungannya dengan pengumpulan bahan
mentah dari lingkungannya. Bahan tersebut dapat diproses menjadi alat
untuk bekerja, alat untuk menyimpan makanan atau pakaian, dan alat
transportasi serta kebutuhan lain yang berupa materi.
Adapun menurut J. J. Honigmann, teknologi adalah mengenai “… segala
tindakan baku dengan apa manusia mengubah alam, termasuk badannya
sendiri atau badan orang lain ….” Dari definisi tersebut,
Koentjaraningrat mengemukakan bahwa teknologi adalah mengenai cara
manusia membuat, memakai, dan memelihara seluruh peralatannya, bahkan
mengenai cara manusia bertindak dalam keseluruhan hidupnya. Teknologi
lahir ketika manusia mencari dan memenuhi kebutuhan sehari-hari, ketika
manusia meng organisasi kan masyarakat, serta ketika manusia meng
ekspresikan rasa keindahan dalam membuat suatu karya seni.
Alat Produksi Zaman Batu
Alat Produksi Zaman Batu
Alat-alat produksi yang digunakan masyarakat kuno zaman batu.
——————
Teknologi tradisional pada masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden)
dan masyarakat desa yang hidup dari pertanian, menurut Kontjaraningrat
paling sedikit memiliki delapan macam sistem peralatan, yaitu sebagai
berikut.
a. alat-alat produksi
b. senjata
c. wadah
d. alat untuk menyalakan api
e. makanan, minuman, bahan pembangkit gairah, dan jamujamuan
f. pakaian dan perhiasan
g. tempat berlindung dan perumahan
h. alat-alat transportasi
Alat-alat produksi adalah alat-alat yang digunakan dalam suatu
pekerjaan, mulai yang sederhana (batu untuk menumbuk padi) sampai yang
lebih kompleks (alat untuk menenun pakaian). Jika diklasifikasikan
menurut bahannya, alat-alat tersebut dapat dibagi menjadi alat dari
batu, tulang, kayu, logam, dan bambu. Selanjutnya, jika diklasifikasikan
berdasarkan teknik membuatnya, dapat dibagi menjadi empat teknik, yaitu
teknik dipukul, teknik ditekan, teknik dipecah, dan teknik digiling.
Jika dilihat dari fungsinya alat tersebut dapat dibedakan menjadi alat
untuk memotong, untuk membuat lobang, memukul, alat penggiling, alat
peraga, alat untuk menyalakan api, dan alat untuk meniup api.
Senjata dapat diklasifikasikan berdasarkan bahan pemben tuknya dan
fungsinya. Berdasarkan bahan pembentukan nya dapat dibagi menjadi
senjata yang terbuat dari batu, kayu, tulang, bambu, dan logam. Adapun
menurut fungsinya, senjata dapat dibagi menjadi senjata potong, senjata
tusuk, senjata lempar, dan senjata penolak. Berdasarkan cara peng
gunaannya, senjata dapat di klasifikasi kan menjadi senjata untuk
berburu, menangkap ikan, dan berperang. Wadah adalah alat untuk
menyimpan, menimbun, dan memuat barang-barang. Fungsi lain dari wadah
adalah untuk memasak makanan dan membawa barang. Wadah dapat
diklasifikasikan berdasarkan bahan pembuatnya, seperti dari kayu, bambu,
tempurung kelapa, serat-serat pohon, dan tanah liat. Wadah yang terbuat
dari tanah liat lebih dikenal dengan sebutan tembikar.
Sesajen adalah menu makanan yang
khusus diadakan dalam suatu upacara
adat. Aneka masakan tersebut biasanya
ditempatkan pada wadah yang khusus pula.
Makanan jika dilihat dari bahannya dibagi menjadi sayur-sayuran,
buah-buahan, daging, biji-bijian, akar-akaran, dan susu. Jika ditinjau
dari cara pengolahan atau memasaknya, dibagi menjadi makanan yang
dimasak dengan api dan makanan yang dimasak dengan batu panas. Dipandang
dari tujuan konsumsinya, makanan dapat diklasifikasikan menjadi makanan
(food), minuman, bumbu, dan bahan yang dipakai untuk kenikmatan
(misalnya madat dan tembakau). — Pakaian jika digolongkan berdasarkan
bahan pembuatnya dapat dibagi menjadi pakaian dari bahan tenun, kulit
pohon, dan kulit kayu. Menurut Koentjaraningrat, fungsi pakaian dapat
dibagi menjadi empat golongan sebagai berikut.
a. Pakaian yang digunakan untuk menahan pengaruh alam (melindungi dari panas, dingin, dan hujan).
b. Pakaian untuk menunjukkan kelas sosial (gengsi).
c. Pakaian sebagai lambang yang dianggap suci.
d. Pakaian sebagai perhiasan badan.
Berdasarkan bahan pembuatannya, rumah dapat dibuat dari kayu, jerami,
batu, dan kulit pohon. Tempat berlindung ini berfungsi untuk me
lindungi manusia dari alam (panas, dingin, dan hujan) juga sebagai
tempat beristirahat di waktu malam atau ketika aktivitas sehari-hari
sudah selesai. Berdasarkan fungsi sosialnya rumah dapat dibagi menjadi:
Rumah merupakan tempat berlindung dan berkumpul keluarga.
a. rumah tempat tinggal keluarga kecil,
b. rumah tempat tinggal keluarga besar,
c. rumah ibadah,
d. rumah tempat pertemuan, dan
e. rumah pertahanan.
Manusia selalu ingin bergerak ke mana-mana. Oleh karena itu, manusia
memerlukan alat bantu untuk memudahkan aktivitasnya. Sejak zaman
prasejarah, manusia sudah menciptakan alat transportasi. Alat
tranportasi tersebut dapat digolongkan menjadi perahu, rakit, kereta
beroda, dan binatang. Adapun di zaman modern dapat ditambah dengan
mobil, sepeda, kereta api, dan pesawat terbang.
3. Sistem Mata Pencarian
Para ahli antropologi memusatkan perhatiannya pada sistem mata
pencarian. Hal ini terbatas pada sistem yang bersifat tradisional karena
perhatian antropologi adalah pada kebudayaan suatu suku bangsa. Sistem
mata pencarian tersebut di antaranya:
a. berburu dan meramu,
b. beternak,
c. bercocok tanam di ladang,
d. menangkap ikan,
e. bercocok tanam dengan sistem irigasi,
a. Berburu dan Meramu
Berburu dan Meramu
Berburu dan meramu adalah sistem mata pencarian manusia yang paling
tua. Pada masa sekarang, manusia sudah banyak beralih ke bidang lain
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut sejarah, masa manusia
memenuhi kebutuhan hidup dari berburu dan meramu berlangsung pada masa
paleolitikum (zaman batu tua). Namun, mata pencarian ini masih ada
sampai sekarang. Suku bangsa yang tinggal di daerah-daerah yang kurang
menguntungkan, menggantungkan hidupnya dari berburu dan meramu (hunting
and gathering). Di Indonesia, suku bangsa yang menggantungkan hidupnya
dari berburu dan meramu ini terdapat di Papua dan Suku Anak Dalam.
Dalam masyarakat nomaden, berburu merupakan sistem mata pencarian utama.
Dalam masyarakat berburu dan meramu, mereka menggantung kan hidup
sepenuhnya kepada alam (in-natural). Alam dijadikan sebagai tempat untuk
mencari sumber makanan. Para ahli antropologi dalam mempelajari
kehidupan masyarakat berburu dan meramu, memusatkan perhatiannya pada
beberapa aspek yang dibagi berdasarkan ilmu ekonomi. Aspek-aspek
tersebut di antaranya sebagai berikut.
1. Sumber Alam dan Modal
Meliputi hak layak dan hak milik atas wilayah berburu, sumber air,
hak milik atas berburu, senjata yang digunakan untuk berburu, dan alat
transportasi yang digunakan ketika akan menuju tempat berburu.
2. Tenaga Kerja
Aspek yang dikaji meliputi kelompok manusia yang melakukan berburu
dan meramu, hubungan kelompok dalam berburu, serta masalah kepemimpinan
ketika sedang berburu.
3. Produksi dan Teknologi Produksi
Aspek yang dikaji antropologi meliputi teknik dan cara berburu
termasuk di dalamnya tata cara yang berdasarkan ilmu gaib,
upacara-upacara yang dilakukan ketika akan berburu agar hewan hasil
buruan melimpah, dan alat-alat yang digunakan untuk berburu.
4. Konsumsi, Distribusi, dan Pemasaran
Aspek yang dikaji antropologi adalah mengenai adat-istiadat dalam
pembagian hasil buruan kepada anggota kelompoknya, cara bagaimana hasil
buruan diproses untuk dimakan atau dijual kepada masyarakat di luar
kelompoknya.
Beternak
Beternak Domba
Beternak yang dilakukan adalah beternak secara tradisional, yaitu
memelihara hewan dalam jumlah yang banyak untuk diambil hasilnya,
misalnya daging, susu, telur, dan kulit. Mata pencarian ini biasanya di
lakukan oleh penduduk/masyarakat yang tinggal di daerah sabana (padang
rumput) atau stepa. Masyarakat seperti ini tersebar di daerah Asia
Tengah, Asia Barat Daya, Siberia, Afrika Timur, Afrika Selatan, dan suku
bangsa yang tinggal di daerah gurun Afrika Utara, khusus di Indonesia
hanya terdapat di Nusa Tenggara.
Masyarakat yang bermatapencarian beternak biasanya memiliki
sifat-sifat yang agresif. Hal tersebut disebabkan oleh sepanjang waktu
mereka harus menjaga keamanan ternak dari serangan hewan liar dan
kelompok lain yang menjadi saingannya, serta memperebutkan daerah padang
rumput untuk makanan ternaknya. Sifat agresif mereka juga disebabkan
oleh kebutuhan makanan mereka, yaitu gandum, beras, sayuran, dan
buah-buahan yang biasanya mereka peroleh dengan cara menaklukan,
merebut, dan menjajah masyarakat yang bermatapencarian bercocok tanam.
Suku bangsa peternak biasanya hidup secara nomaden
(berpindah-pindah). Sepanjang musim semi dan musim panas, mereka
mengembara ke daerah yang luas dengan tujuan untuk mencari padang rumput
yang subur dan sumber air yang banyak. Namun jika musim dingin, mereka
tinggal dan menetap untuk sementara di desa-desa induk.
Bercocok Tanam di Ladang
Berladang
Sistem seperti ini biasanya dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di
daerah hutan tropis, seperti di Asia Tenggara, kepulauan di Asia
Tenggara, di daerah Sungai Konggo (Afrika), dan di daerah Sungai Amazone
(Amerika Selatan). Daerah hutan tropis biasanya memiliki tanah yang
subur. Hal ini akibat dari daun-daun yang jatuh ke tanah kemudian
membusuk.
Cara orang bercocok tanam di ladang adalah dengan membuka sebidang
tanah di hutan dengan cara membabat semak belukar, menebang pohon-pohon,
kemudian membakar dahan-dahan pohon yang sudah kering. Setelah ladang
dibuka, lahan tersebut ditanami dengan jenis tanaman yang tidak
memerlukan pemeliharaan yang rumit dan tidak memerlukan irigasi
(pengairan). Jenis tanaman yang biasanya ditanam di ladang adalah padi
huma, ubi rambat, ubi kayu, terong, nanas, cabe, tebu, pisang, labu,
durian, dan cempedak. Setelah 2–3 kali masa panen, ladang tersebut
ditinggalkan karena tanahnya kurang subur. Kemudian, mereka mencari dan
membuka lahan lain yang kosong. Mereka akan kembali ke ladang yang sudah
ditinggalkan selama 10–12 tahun karena pada masa itu lahan tersebut
sudah kembali menjadi hutan.
Dalam sistem berladang, biasanya diperlukan orang banyak untuk
membuka ladang. Tenaga satu keluarga biasanya tidak akan cukup dan harus
meminta bantuan kepada orang lain. Oleh karena itu, pada masyarakat ini
biasanya berkembang sistem kerja sama (gotong royong) berdasarkan
hubungan tetangga dan persahabatan. Pekerjaan membuka lahan biasanya
dilakukan oleh laki-laki, tetapi jika dalam satu kelompok kekurangan
tenaga laki-laki maka membuka hutan pun bisa dilakukan oleh wanita.
Menangkap Ikan
Nelayan
Sistem mata pencarian ini termasuk mata pencarian tertua di dunia.
Manusia purba yang tinggal di tepi laut, sungai besar, dan danau telah
memanfaatkan sumber alam ini untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Ketika manusia sudah mengenal cara bercocok tanam, menangkap ikan
dijadikan sebagai mata pencarian tambahan. Namun, pada saat ini
menangkap ikan dijadikan sebagai mata pencarian yang utama, terutama
bagi penduduk yang tinggal di tepi pantai.
Para ahli antropologi mempelajari masyarakat ini dengan memusatkan
perhatian pada sumber alam dan modal yang meliputi hak layak terhadap
daerah-daerah di sekitar sungai, danau/pantai, hak tempat berlabuh
perahu, dan hak milik atas alat-alat untuk menangkap ikan. Cara bekerja
dalam menangkap ikan ini meliputi gotong royong dalam menangkap ikan,
mengerahkan awak kapal, serta pembagian upah dan bagi hasil tangkapan.
Teknologi produksi meliputi cara-cara menangkap ikan, cara memelihara
alat-alat perikanan, cara membuat dan memelihara perahu, serta
upacaraupacara ketika akan menangkap ikan. Distribusi dan pemasaran
meliputi hal-hal yang ada hubungannya dengan cara pengawetan ikan dan
organisasi penjualan serta distribusinya.
Bercocok Tanam Menetap dengan Irigasi
Bercocok Tanam
Bertani
Sebelum ditanam padi, tanah diolah menggunakan cangkul atau bajak.
Sistem mata pencarian ini pertama kali muncul di daerah-daerah yang
dekat dengan sungai besar karena di sekitar daerah tersebut tanahnya
subur akibat luapan lumpur dari sungai. Daerah-daerah tersebut misalnya
terdapat di Sungai Nil (Mesir), Sungai Gangga (India), Sungai Eufrat dan
Tigris (sekarang daerah sekitar Irak), serta Sungai Kuning (Cina). Pada
masa sekarang, penduduk yang bermatapencarian berladang sudah banyak
yang beralih menjadi bercocok tanam menetap. Hal ini disebabkan jumlah
manusia sudah meningkat sehingga wilayah hutan banyak yang beralih
fungsi menjadi pemukiman tetap. Penyebab lainnya adalah sudah majunya
ilmu cara menanam dan adanya irigasi sehingga kesuburan tanah bisa
diusahakan dengan cara pemupukan dan pengolahan tanah. Misalnya
pencangkulan atau pengolahan dengan bajak. Jenis tanaman yang ditanam
juga sudah lebih kompleks, seperti padi, sayuran, buah-buahan, teh, dan
kopi. Tanaman yang memerlukan pe melihara an rumit pun sudah mulai
dibudidayakan.
Organisasi Sosial
Kehidupan bermasyarakat diatur dan diorganisisasi oleh adat istiadat
beserta aturan-aturan mengenai bermacam-macam kesatuan dalam lingkungan
hidup dan bergaul. Kesatuan sosial yang paling dekat adalah kekerabatan
dan kesatuan-kesatuan di luar kerabat, tetapi masih dalam lingkungan
komunitas.
Pada masyarakat tradisional, sistem kekerabatan berpengaruh besar dan
sangat mengikat di antara mereka. Seiring dengan perkembangan zaman,
fungsi kesatuan kekerabatan biasanya mulai berkurang dan agak longgar.
Walaupun demikian, masih banyak suku-suku bangsa di dunia yang masih
meme gangnya, seperti di daerah-daerah yang berkebudayaan agraris
seperti Afrika, Asia, Oseanis, dan Amerika Latin.
Para ahli antropologi telah banyak meneliti mengenai macammacam
sistem kekerabatan, organisasi masyarakat komunitas desa, serta
komunitas kecil dan penggolongan masyarakat atau pelapisan sosial.
Menurut L. H. Morgan, macam-macam sistem kekerabatan di dunia erat
kaitannya dengan sistem istilah kekerabatan. Susunan masyarakat
berdasarkan kekerabatan dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu
sebagai berikut.
a. Garis Keturunan Bapak (Patrilineal)
Susunan masyarakat yang patrilineal, menarik garis keturunan selalu
dihubungkan dengan bapak. Hak waris hanya diberikan kepada
anggota-anggota kerabat laki-laki, terutama anak laki-laki. Bagi
masyarakat patrilineal, laki-laki mendapat penghargaan dan penghormatan
lebih tinggi dari pada kaum wanita. Di Indonesia, sistem kekerabatan
patrilineal dianut oleh Suku Batak. Struktur bagan sistem patrilineal
dapat dilihat dari bagan berikut.
b. Garis Keturunan Ibu (Matrilineal)
Masyarakat genealogis menarik keturunan hanya dihubungkan dengan ibu.
Anak-anak menjadi hak ibu, termasuk dalam kekerabatan ibu. Setelah
perkawinan pengantin menetap di pusat kediaman kerabat istri. Sistem
waris diturunkan kepada anggota kerabat perempuan dan kedudukan sosial
perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki. Akan tetapi, lelaki tetap
berperan sebagai pengelola waktu, harta, usaha, dan adat keluarga.
Sistem matrilineal di Indonesia dianut oleh suku bangsa Minangkabau.
Pada suku Minangkabau laki-laki berperan sebagai pengelola harta dan
adat yang disebut mamak (paman).
Garis keturunan matrilineal dapat dilihat dari bagan berikut.
Struktur Matrilineal
c. Garis Parental
Pada masyarakat genealogis yang menarik garis keturunan dari ibu dan
bapak (parental dan bilateral) adalah para anggotanya menganggap dirinya
kerabat. Dalam memperhitungkan garis keturunan menghu bungkan kepada
ibu dan bapak. Anak-anak menjadi hak ibu dan bapak termasuk kerabat dari
pihak laki-laki dan pihak istri. Dalam sistem ini tidak ada perbedaan
penghargaan antara laki-laki dan perempuan. Sistem ini dianut oleh Suku
Sunda, Jawa, dan Kalimantan.
d. Doubleunilateral
Masyarakat doubleunilateral adalah masyarakat yang menganut dua
sistem kekerabatan (patrilineal dan matrilineal) yang berlaku dan
dijadikan sebagai kesatuan-kesatuan sosial. Semua anggota keluarga
adalah kerabat bapak dan kerabat ibu.
e. Alternered
Susunan kekerabatan ini berarah sepihak dan berdasarkan perkawinan
yang mengakibatkan anak-anak termasuk kerabat bapak atau termasuk
kerabat ibu.
Susunan masyarakat berdasarkan komunitas dibagi menjadi tiga di antaranya sebagai berikut.
1)
Perkampungan, terdiri atas para anggota
persekutuan yang tidak berkerabat namun tinggal di suatu daerah atau
lingkungan yang sama. Mereka merupakan satu kesatuan sosial yang berdiri
sendiri, di atas, dan di bawahnya tidak ada kesatuan hidup (adat) lain.
Sistem ini biasanya terdapat di Jawa dan Bali.
2)
Persekutuan daerah adalah suatu daerah yang
merupakan satu kesatuan sosial sendiri dan dalam daerah tersebut ada
beberapa kampung. Kampung-kampung tersebut memiliki tata peme rintahan
sendiri yang sejenis. Setiap kampung merupakan daerah bawahan dan
mengakui persekutuan daerah tersebut sebagai induknya. Misalnya, marga
dengan dusun-dusunnya di Sumatra Selatan.
3)
Serikat-perkampungan adalah hubungan kerja sama
antara beberapa perkampungan yang berdekatan. Persekutuan tersebut
memiliki pengurus, tetapi kedudukannya sejajar dengan pengurus
kampung-kampung lainnya. Model ini biasanya ter bentuk untuk mengerjakan
kepentingan bersama, seperti jalan, irigasi, dan keamanan. Misalnya,
serikat-serikat perkampungan yang ada di daerah Batak (Tapanuli Tengah).
Sistem penggolongan masyarakat atau pelapisan sosial dilakukan
berdasarkan beberapa hal, yaitu kekayaan, jenis kelamin, pembagian
kerja, atau tingkat pendidikan. Menurut sifatnya, sistem pelapisan
sosial dibagi dua, yaitu tertutup (closed social stratification) dan
terbuka (open social stratification). Pada pelapisan sosial terbuka,
setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan dengan kecakapan sendiri
untuk naik ke lapisan yang lebih atas. Adapun dalam pelapisan tertutup,
anggota masyarakat tidak bisa mengubah stratifikasi nya. Dalam hal ini
status sosial diwariskan melalui kelahiran, contohnya sistem kasta di
India.
sumber :http://courses.yahubs.com/dinamika-dan-pewarisan-budaya-dalam-rangka-integrasi-nasional/