Faktor-faktor Pendorong dan Penghambat Integrasi Nasional
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, integrasi nasional mempunyai arti dua macam, yaitu:
1.
Secara politis, integrasi nasional adalah proses penyatuan berbagai
kelompok budaya dan sosial ke dalam kesatuan wilayah nasional yang
membentuk suatu identitas nasional.
2.
Secara antropologis, integrasi nasional adalah proses penyesuaian di
antara unsur-unsur kebudayaan yang berbeda, sehingga mencapai suatu
keserasian fungsi dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Perwujudan integrasi nasional masyarakat dan budaya bangsa Indonesia yang heterogen
(
beraneka macam ) itu diungkapkan dalam semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”
yang artinya berbeda-beda suku bangsa, agama, budaya daerah, tetapi
tetap satu bangsa.
Istilah
Bhinneka Tunggal Ika pertama kali diungkapkan oleh seorang Empu
terkenal di Kerajaan Majapahit, yaitu Empu Tantular, dalam kitab
Sutasoma.
Faktor-faktor pendorong integrasi nasional sebagai berikut:
1. Faktor sejarah yang menimbulkan rasa senasib dan seperjuangan.
2. Keinginan untuk bersatu di kalangan bangsa Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
3.
Rasa cinta tanah air di kalangan bangsa Indonesia, sebagaimana
dibuktikan perjuangan merebut, menegakkan, dan mengisi kemerdekaan.
4.
Rasa rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara, sebagaimana
dibuktikan oleh banyak pahlawan bangsa yang gugur di medan perjuangan.
5.
Kesepakatan atau konsensus nasional dalam perwujudan Proklamasi
Kemerdekaan, Pancasila dan UUD 1945, bendera Merah Putih, lagu
kebangsaan Indonesia Raya, bahasa kesatuan bahasa Indonesia.
6. Adanya simbol kenegaraan dalam bentuk Garuda Pancasila, dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
7. Pengembangan budaya gotong royong yang merupakan ciri khas kepribadian bangsa Indonesia secara turun temurun.
Faktor-faktor penghambat integrasi nasional sebagai berikut:
1.
Masyarakat Indonesia yang heterogen (beraneka ragam) dalam
faktor-faktor kesukubangsaan dengan masing-masing kebudayaan daerahnya,
bahasa daerah, agama yang dianut, ras dan sebagainya.
2. Wilayah negara yang begitu luas, terdiri atas ribuan kepulauan yang dikelilingi oleh lautan luas.
3.
Besarnya kemungkinan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang
merongrong keutuhan, kesatuan dan persatuan bangsa, baik yang berasal
dari dalam maupun luar negeri.
4.
Masih besarnya ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan
hasil-hasil pembangunan menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan
keputusasaan di masalah SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan),
gerakan separatisme dan kedaerahan, demonstrasi dan unjuk rasa.
5. Adanya paham “etnosentrisme” di antara beberapa suku bangsa yang menonjolkan kelebihan-kelebihan
budayanya dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain.
6.
Lemahnya nilai-nilai budaya bangsa akibat kuatnya pengaruh budaya asing
yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, baik melewati kontak
langsung maupun kontak tidak langsung.
Kontak
langsung, antara lain melalui unsur-unsur pariwisata, sedangkan kontak
tidak langsung, antara lain melalui media cetak (majalah, tabloid), atau
media elektronik (televisi, radio, film, internet, telepon seluler yang
mempunyai fitur atau fasilitas lengkap). Hal itu akan berdampak adanya
westernisasi atau gaya hidup kebarat-baratan/meniru gaya hidup orang
Eropa atau Amerika, pergaulan bebas, penyalahgunaan narkotika, minum
minuman keras, dan sebagainya.
Contoh wujud integrasi nasional, antara lain sebagai berikut:
1.
Pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Jakarta oleh
Pemerintah Republik Indonesia yang diresmikan pada tahun 1976. Di
kompleks Taman Mini Indonesia Indah terdapat anjungan dari semua
propinsi di Indonesia (waktu itu ada 27 provinsi). Setiap anjungan
menampilkan rumah adat beserta aneka macam hasil budaya di provinsi itu,
misalnya adat, tarian daerah, alat musik khas daerah, dan sebagainya.
2.
Sikap toleransi antarumat beragama, walaupun agama kita berbeda dengan
teman, tetangga atau saudara, kita harus saling menghormati.
3.
Sikap menghargai dan merasa ikut memiliki kebudayan daerah lain, bahkan
mau mempelajari budaya daerah lain, misalnya masyarakat Jawa atau
Sumatra, belajar menari legong yang merupakan salah satu tarian adat
Bali. Selain anjungan dari semua propinsi di Indonesia, di dalam komplek
Taman Mini Indonesia Indah juga terdapat bangunan tempat ibadah dari
agama-agama yang resmi di Indonesia, yaitu masjid (untuk agama Islam),
gereja (untuk agama Kristen dan Katolik), pura (untuk agama Hindu) dan
wihara (untuk agama Buddha). Perlu diketahui, bahwa waktu itu agama
resmi di Indonesia baru 5 (lima) macam.
4.
Diadakan Pekan Olahraga Nasional (PON), yaitu perlombaan bidang
olahraga tingkat nasional yang diselenggarakan setiap 4 (empat) tahun
sekali. Melalui Pekan Olahraga Nasional akan terpupuk persatuan
Indonesia dan menggali potensi para atlet daerah untuk dapat berkembang
mewakili negara di tingkat internasional.
Contoh-contoh untuk mendukung terwujudnya integrasi nasional yang dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Pertukaran pelajar antarprovinsi se-Indonesia.
2. Pengiriman misi kebudayaan dari para pelajar ke berbagai daerah di Indonesia.
3. Mengadakan festival seni dan budaya antarpelajar se-Indonesia.
4.
Mengadakan perlombaan antarpelajar se-Indonesia untuk lebih mengenalkan
budaya lokal masing-masing daerah kepada seluruh rakyat Indonesia.
sumber : http://kumankutu.blogspot.com/2011/05/faktor-faktor-pendorong-dan-penghambat.html
0 Response to "Faktor-faktor Pendorong dan Penghambat Integrasi Nasional"
Posting Komentar