Orang Cirebon
Orang/Etnis
Cirebon
|
Jumlah populasi
|
Sekitar 1,9 juta (sensus 2000)
|
Kawasan dengan populasi yang
signifikan
|
Orang atau Etnis Cirebon atau Suku Bangsa Cirebon adalah
kelompok etnis yang tersebar di sekitar Kota Cirebon
dan Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka sebelah utara atau
biasa disebut sebagai Wilayah "Pakaleran", Kabupaten Kuningan sebelah utara, Kabupaten
Subang sebelah utara mulai dari Blanakan, Pamanukan, hingga
Pusakanagara dan sebagian Pesisir utara Kabupaten Karawang mulai dari Pesisir Pedes
hingga Pesisir Cilamaya di Provinsi Jawa
Barat dan di sekitar Kec. Losari
di Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Berjumlah sekitar
1,9 juta. Masyarakat Suku Cirebon memeluk agama Islam. Bahasa yang
dituturkan oleh orang Cirebon adalah gabungan dari Bahasa Jawa,
Sunda,
Arab
dan China
yang mereka sebut sebagai Bahasa Cirebon.
Pengakuan Suku Bangsa Tersendiri
Pada mulanya keberadaan Etnis atau Orang Cirebon selalu
dikaitkan dengan keberadaan Suku Sunda dan Jawa, namun kemudian eksistensinya
mengarah pada pembentukan budaya tersendiri, mulai dari ragam batik pesisir
yang tidak terlalu mengikuti pakem keraton jawa atau biasa disebut batik
pedalaman hingga timbulnya tradisi-tradisi bercorak islam sesuai dengan
dibangunnya keraton cirebon pada abad ke 15 yang berlandaskan islam 100%.
eksistensi dari keberadaan suku atau orang cirebon yang menyebut dirinya bukan
suku sunda ataupun suku jawa akhirnya mendapat jawaban dari sensus penduduk
tahun 2010 dimana pada sensus penduduk tersebut tersedia kolom khusus bagi Suku
bangsa Cirebon, hal ini berarti keberadaan suku bangsa cirebon telah diakui
secara nasional sebagai sebuah suku tersendiri, menurut Erna Tresna Prihatin
“
|
Indikator itu (Suku Bangsa
Cirebon) dilihat dari bahasa daerah yang digunakan warga Cirebon tidak sama
seperti bahasa Jawa atau Sunda. Masyarakat Cirebon juga punya identitas
khusus yang membuat mereka merasa sebagai suku bangsa sendiri. Penunjuk
lainnya yang mencirikan seseorang sebagai suku bangsa Cirebon adalah dari
nama-namanya yang tidak seperti orang Jawa ataupun Sunda. Namun, belum ada
penelitian lebih lanjut yang bisa menjelaskan tentang karakteristik identik
tentang suku bangsa Cirebon. Untuk menelusuri kesukuan seseorang, hal itu
bisa dilakukan dengan garis keturunan ayah kandungnya. Selain itu, jika orang
itu sudah merasa memiliki jiwa dan spirit daerah itu (daerah suku bangsa
cirebon) maka dia berhak merasa sebagai suku yang dimaksud
|
”
|
Bahasa
Dahulu Bahasa
Cirebon ini digunakan dalam perdagangan di pesisir Jawa Barat mulai
Cirebon yang merupakan salah satu pelabuhan utama, khususnya pada abad ke-15
sampai ke-17. Bahasa Cirebon dipengaruhi pula oleh budaya Sunda karena
keberadaannya yang berbatasan langsung dengan wilayah kultural Sunda, khususnya
Sunda Kuningan dan Sunda Majalengka dan juga dipengaruhi oleh Budaya China,
Arab dan Eropa hal ini dibuktikan dengan adanya kata "Taocang
(Kuncir)" yang merupakan serapan China, kata "Bakda (Setelah)" yang
merupakan serapan Bahasa Arab dan kemudian kata "Sonder (Tanpa)"yang merupakan serapan bahasa eropa (Belanda). Bahasa Cirebon mempertahankan
bentuk-bentuk kuno bahasa Jawa seperti kalimat-kalimat dan
pengucapan, misalnya ingsun (saya) dan sira (kamu) yang sudah tak digunakan
lagi oleh bahasa Jawa
Baku.
Perdebatan Bahasa Cirebon (Dialek Bahasa Jawa atau Bahasa
Mandiri)
Perdebatan tentang Bahasa Cirebon sebagai Sebuah Bahasa
yang Mandiri terlepas dari Bahasa Sunda dan Jawa telah menjadi perdebatan yang
cukup Panjang, serta melibatkan faktor Politik Pemerintahan, Budaya serta Ilmu
Kebahasaan.
Bahasa Cirebon Sebagai Sebuah Dialek Bahasa Jawa
Penelitian menggunakan kuesioner sebagai indikator
pembanding kosakata anggota tubuh dan budaya dasar (makan, minum, dan
sebagainya) berlandaskan metode Guiter menunjukkan perbedaan kosa kata bahasa
Cirebon dengan bahasa Jawa di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta
mencapai 75 persen, sementara perbedaannya dengan dialek di Jawa Timur mencapai
76 persen.[4]
Untuk diakui sebagai sebuah bahasa tersendiri, suatu bahasa setidaknya
membutuhkan sekitar 80% perbedaan dengan bahasa terdekatnya.[4]
Meski kajian Linguistik sampai saat ini menyatakan bahasa
Cirebon ”hanyalah” dialek (Karena Penelitian Guiter mengatakan harus berbeda
sebanyak 80% dari Bahasa terdekatnya), namun sampai saat ini Peraturan
Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2003 masih tetap mengakui Cirebon
sebagai bahasa dan bukan sebagai sebuah dialek. Dengan kata lain, belum ada
revisi terhadap perda tersebut. Menurut Kepala Balai Bahasa Bandung Muh. Abdul
Khak, hal itu sah-sah saja karena perda adalah kajian politik. Dalam dunia
kebahasaan menurut dia, satu bahasa bisa diakui atas dasar tiga hal. Pertama,
bahasa atas dasar pengakuan oleh penuturnya, kedua atas dasar politik, dan
ketiga atas dasar Linguistik.
Bahasa atas dasar politik, contoh lainnya bisa dilihat
dari sejarah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia yang sebenarnya berakar dari
bahasa Melayu, seharusnya dinamakan bahasa Melayu dialek Indonesia. Namun, atas
dasar kepentingan politik, akhirnya bahasa Melayu yang berkembang di negara
Indonesia –oleh pemerintah Indonesia– dinamakan dan diklaim sebagai bahasa
Indonesia. Selain alasan politik, pengakuan Cirebon sebagai bahasa juga bisa
ditinjau dari batasan wilayah geografis dalam perda itu. Abdul Khak mengatakan,
Cirebon disebut sebagai dialek jika dilihat secara nasional dengan melibatkan
bahasa Jawa.
Artinya, ketika perda dibuat hanya dalam lingkup wilayah
Jabar, Cirebon tidak memiliki pembanding kuat yaitu bahasa Jawa. Apalagi,
dibandingkan dengan bahasa Melayu Betawi dan Sunda, Cirebon memang berbeda.
Bahasa Cirebon sebagai Bahasa Mandiri
Revisi Perda, sebenarnya memungkinkan dengan berbagai
argumen linguistik. Namun, kepentingan terbesar yang dipertimbangkan dari sisi
politik bisa jadi adalah penutur bahasa Cirebon, yang tidak mau disebut orang
Jawa maupun orang Sunda. Ketua Lembaga Basa lan Sastra Cirebon
Nurdin M. Noer mengatakan, bahasa Cirebon adalah persilangan bahasa Jawa dan
Sunda. Meskipun dalam percakapan orang Cirebon masih bisa memahami sebagian
bahasa Jawa, dia mengatakan kosakata bahasa Cirebon terus berkembang tidak
hanya ”mengandalkan” kosa kata dari bahasa Jawa maupun Sunda.
”Selain itu, bahasa Cirebon sudah punya
banyak dialek. Contohnya saja dialek Plered, Jaware, dan Dermayon,” ujarnya.
Jika akan dilakukan revisi atas perda tadi, kemungkinan besar masyarakat bahasa
Cirebon akan memprotes.
Pakar
Linguistik Chaedar Al Wasilah pun menilai, dengan melihat kondisi penutur yang
demikian kuat, revisi tidak harus dilakukan. justru yang perlu dilakukan adalah
melindungi bahasa Cirebon dari kepunahan..
Kosakata
Sebagian besar kosa kata asli dari bahasa ini tidak
memiliki kesamaan dengan bahasa Jawa standar (Surakarta/Yogyakarta) baik secara
morfologi maupun fonetik. Memang bahasa Cirebon yang dipergunakan di Cirebon
dengan di Indramayu itu meskipun termasuk bahasa Jawa, mempunyai perbedaan
cukup besar dengan “bahasa Jawa baku”, yaitu bahasa yang diajarkan di
sekolah-sekolah yang berpegang kepada bahasa Jawa Solo. Dengan demikian,
sebelum 1970-an, buku-buku pelajaran dari Solo tak dapat digunakan karena
terlalu sukar bagi para murid (dan mungkin juga gurunya). Oleh karena itu, pada
1970-an, buku pelajaran itu diganti dengan buku pelajaran bahasa Sunda yang
dianggap akan lebih mudah dimengerti karena para pemakai bahasa Sunda “lebih
dekat”. Akan tetapi, ternyata kebijaksanaan itu pun tidak tepat sehingga muncul
gerakan untuk menggantinya dengan buku dalam bahasa yang digunakan di
wilayahnya, yaitu Bahasa Jawa dialek Cirebon.
namun penerbitan buku penujang pelajaran bahasa daerah yang terjadi tahun
selanjutnya tidak mencantumkan kata "Bahasa Jawa dialek Cirebon"
lagi, akan tetapi hanya menggunakan kata "Bahasa Cirebon" hal ini
seperti yang telah dilakukan pada penerbitan buku penunjang pelajaran bahasa
cirebon pada tahun 2001 dan 2002. "Kamus Bahasa Cirebon" yang ditulis
oleh almarhum bapak Sudjana sudah tidak mencantumkan Kata "Bahasa Jawa
dialek Cirebon" namun hanya "Kamus Bahasa Cirebon" begitu juga
penerbitan "Wyakarana - Tata Bahasa Cirebon" pada tahun 2002 yang
tidak mununjukan lagi keberadaan Bahasa Cirebon sebagai bagian dari Bahasa
Jawa, namun menunjukan eksistensi Bahasa Cirebon sebagai bahasa yang mandiri.
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_Cirebon
0 Response to "Orang Cirebon"
Posting Komentar